Titipku.com – Pagi itu kami setir motor menyusuri aspal kota Yogyakarta dan saling bertemu di pasar Legi Patangpuluhan (Bugisan). Jika teman-teman menyimak, perjalanan ke pasar Legi Bugisan ini sudah kami dahului dengan menjumpai Bu Badingah Penjual Jenang dan Mbah Muginem Penjual Tahu.
Apabila kamu tipe orang yang suka berbelanja area depan pasar, pastinya kamu tidak akan menjumpai mbah Ponirah penjual beras dan bumbu dapur ini.
“Ya hanya begini jualannya simbah, bawang merah bawang putih, lombok, beras ketan. Harga beras ketan 13.500, bawangnya ada yang 16 ribu, ada yang 20 ribu tergantung pada jenis bawangnya. Kalau cabainya ini 22 ribu per kg, nah kalau cabai merahnya 18 ribu. Hanya ya ndak mesti soalnya naik turun naik turun.”
Selain bumbu dapur tersebut, sebrangnya ada kacang segundukan kacang tanah yang siap dibeli pelanggannya. Ohya, kamu perlu tahu bahwa mbah ini datang tidak dari desa sebelah, namun dari kawasan Bantul selatan, dekat dengan pesisir pantai kidul, pantai Samas.
Di pasar sampai sini adzan subuh. Pulangnya dekat pantai Samas. Ya jauh tapi sudah jadi keseharian saya. Dagangannya nanti ya diambil dari rumah, terus ke pasar naik bus. Kalau pulangnya ya sak-sak’e (asal aja). Kadang di jemput cucu. Kadang ya ngebis asal ada bis saja yang penting sampai Samas.
Mbah Ponirah, Pedagang Beras Ketan dan Bumbu Dapur Pasar Legi Patangpuluhan Bugisan
Lanjutnya, untuk bisa menemukan bisnya biasanya naik dari Tempel, dari Jokteng Kulon. Jika ditarik garis memang tidak begitu jauh, tapi lumayan berkeringat kalau kami yang berjalan kaki dari pasar Legi ke Jokteng Kulon tersebut, apalagi beliau pulangnya siang hari. Hmmm, sedemikian ini perjuangan mbah Ponirah dengan rutinitas paginya.
Sementara itu, saat kami menanyakan lama berjualan di sini, jawabnya langsung memangkas pertanyaan. “Walah saya malah tidak ingat kapan. Sudah lama sekali. Wong kayaknya ya ada 25 tahunan lebih.” Katanya sembari tertawa.
Mendengar kisah beliau ini rupanya bukan hanya kami saja. Ada banyak ‘murid’ lain yang belajar dari kisah beliau ini dengan segi pertanyaan yang berbeda-beda. “Banyak memang ya mas yang belajar gitu ke pasar. Tanya apa saja saya sudah biasa.”
Mbah Ponirah sudah lama menghidupi anak-anaknya dari puluhan tahun lamanya. Dari suaminya yang telah tiada sekian lama itu. Sekarang meski sendiri tanpa mbah Kakung (panggilan kakek) kalau di rumah sekarang ia tak juga sendiri, namun diramaikan oleh para cucu.
Kalau mbah Kakung sudah lama. Sudah lama sekali. Orang anak saya yang paling kecil waktu itu masih umur 2 tahun, sekarang sudah berkeluarga, anaknya sudah pada sekolah. Sudah lama.
Usia Mbah Ponirah yang Seharusnya di Rumah Saja
Kamu tahu berapa usianya yang masih bisa saja sesemangat ini berjualan di pasar Legi? Kami mengira masih 60 tahun, ternyata sudah 85 tahun. Usia yang seharusnya sudah di rumah saja bersama cucu-cucunya. Kami sempat terbengong sejenak mmengetahui usia beliau. Tidaklah menyangka mbah yang satu ini masih se semangat ini menyusur desa ke desa untuk berjualan bahan-bahan dapur mengepul? Katanya, jualan di pasar itu hiburan.
“Wah berjualan di sini ya jadikan hiburan saja. Kalau hanya di rumah saja malah jenuh kalau di sini meski jualannya seperti ini seneng banyak temannya.”
Salah seorang ibu yang berbelanja dan ternyata menjadi langganan mbahnya ini mengaku sudah sekitar 14 tahunan lebih menyengajakan diri acapkali ke pasar untuk berbelanja ke beliau.
“Sudah lama sekali, sebelum saya melahirkan anak sampai sekarang anakku sudah kuliah kok.” kata ibu pelanggan tersebut yang ternyata berasal dari Keloran.
Sembari menunggu bertransaksi, mbah melanjutkan ceritanya. “Awalnya di sini sepi tidak untuk berjualan. Kan saya awalnya di sana depan sana, tapi akhirnya dipindah di sini. Karena di sana saya diminta untuk membayar, karena saya nggak bisa. sempat jual padi, dan lama-lama ya saya dipindah di sini.” Kami masih belum bisa berkomentar.
“Pasar sekarang beda dari pasar dulu yang kotor, sekarang pasarnya bersih.” Tawanya memecah keheningan kami yang sedang asyik menyimak kisah balik beliau.
Belanja di Mbah Ponirah Bisa dengan Harga Langsung
Yang jelas, belanja di Mbah Ponirah ini mau beli berapaan saja boleh. Bawang 3000, cabe 2000, boleh saja, seperti kamu yang beli bawang merah, bawang putih, cabai, dilengkapi tomat, hanya sejumlah 10 ribu rupiah saja. Dengan 10 ribu kalau kamu jajan, pasti hanya dapat 1 barang, kalau belanja di beliau bisa dapat 4 jenis bumbu. 🙂
Soal dagangannya yang berjejer melambai untuk dibeli bukan belanjaan mbah Ponirah langsung. Namun ada yang mengantar. Demikian jelasnya soal menjadi pedagang di pasar Legi Patangpuluhan ini. “Misalnya beras ini ya hanya contoh saja, ada beras segini bisa dijual tidak. Kalau cocok ya dianterin. Seperti itu mas.”
Perhatikan, sedari awal kami singgah hingga kami mau berpamitan, beliau masih saja menyebut kami yang kebetulan berpasukan wanita semua dipanggil ‘mas’ oleh mbah Ponirah. Ini mengusik kami untuk bertanya. Ternyata inilah keuniknya, Mas adalah panggilan untuk wanita yang masih muda zaman dahulu. Meski sekarang ada pembeda mas untuk pria dan mbak untuk wanita, ternyata tidak berlaku untuk mbah Ponirah yang menyebut pria dan wanita muda dengan sebutan ‘mas’.
Jangan kaget kalau kamu juga disapa ‘mas’ meski kamu seorang wanita, ya! 😀
Kisah mbah Ponirah, Penjual Beras Ketan dan Bumbu Dapur Pasar Legi.
Simak Kisah Menarik Lainnya:
- Kisah Mbah Widi Pedagang Produk Anyaman Bambu
- Kisah Mbah Penjual Wajik dan Jenang Pasar Godean
- Bumbu Dapur Cuma Seribu Tak Masalah Bagi Mbah Paminem Arjo Utomo
Yuk Beli Bahan-Bahan dari Pasar!
Hai hai!! Buat kamu yang hobi masak ataupun masih belajar masak tak masalah untuk membeli bahan-bahan kebutuhan dapur seperti dari dagangan Mbah Ponirah pasar Legi melalui Titipku. 🙂
Kalau kamu di Jogja, kamu bisa pilih pasar sesuai kebutuhan kamu:
Pasar Beringharjo
Pasar Kranggan
Pasar Demangan
Pasar Sambilegi
Pasar Condongcatur
Pasar Prawirotaman, dll
Dengan kamu membeli dari pedagang pasar, secara otomatis kamu telah mendukung tulang punggung Indonesia dalam memajukan perekonomian bangsa. 🙂