add_action('wp_head', function(){echo '';}, 1);{"id":7117,"date":"2020-01-21T23:13:10","date_gmt":"2020-01-21T16:13:10","guid":{"rendered":"https:\/\/blog.titipku.com\/?p=7117"},"modified":"2020-01-21T23:13:10","modified_gmt":"2020-01-21T16:13:10","slug":"gudeg-bu-sunarni-gudegnya-orang-jogja","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/titipku.com\/blog\/gudeg-bu-sunarni-gudegnya-orang-jogja\/","title":{"rendered":"Gudeg Bu Sunarni, Gudegnya\u00a0 Orang Jogja"},"content":{"rendered":"

Titipku<\/strong> <\/a>– Gudeg Jogja dua nama ini sudah nama yang melekat karena merupakan makanan yang identik dengan Kota Jogja. Tiap pagi sudah berjejer ibu-ibu yang jual gudeg di setiap penjuru kota Jogja ini. Gudeg sudah menjadi <\/span>trademark <\/span><\/i>kuliner Jogja maka tidak heran mulai dari warung gudeg yang terkenal di sentra Gudeg di Wijilan, seperti di gudeg Yu Djum, Gudeg Yu Narni, Gudeg Bu Lies, dan lain sebagainya. Ada juga gudeg dengan harga cukup terjangka yang dijual oleh ibu-ibu di pinggir jalan dengan tempat yang sederhana dengan gerobak kecil dengan kursi atau lesehan, sampai gudeg kaleng sebagai oleh-oleh.<\/span><\/p>\n

\"sarapan<\/p>\n

Gudeg sendiri menurut sejarah\u00a0 dalam salah satu versinya sudah lama ada, dimulai dari jaman kerajaan abad ke-15, pembuatan gudeg<\/a> yang lama dan dengan porsi besar di jaman dulu membutuhkan alat untuk mengaduk bahan berupa nangka muda yaitu dengan pengaduk kayu prosesnya dalam bahasa jawa disebut hangudek atau mengaduk sehingga sampai sekarang dikenal dengan nama gudeg(kumparan: Asal-usul Gudeg, makanan Kerajaan Sejak Abad ke-15). Bahan dasar utama gudeg berupa nangka muda yang dimasak dengan bumbu-bumbu, warna coklat gudeg disebabkan oleh lamanya proses memasak dan bumbu yang ditambahkan terutama gula aren.\u00a0<\/span><\/p>\n

Eksiskan Usaha Turun Temurun<\/span><\/h6>\n

Salah satu penjual gudeg dengan warung sederhana adalah bu Sunarni. Berjualan dari muda yang merupakan usaha turun-temurun keluarga. Sekarang juga bu Sunarni dibantu anak perempuannya yang nantinya juga akan meneruskan usaha ini. Ini merupakan tipikal kebanyakan penjual gudeg\u00a0 di Jogja. Warung ini ada di selatan kampus PGRI Jogja atau yang sekarang namanya jadi UPY, buka dari pagi sekali jam 6 sampai jam 10 pagi.<\/span><\/p>\n

\"sarapan

Gudeg Tempe Tahu Bu Sunarni<\/p><\/div>\n

Gudeg yang dijual berupa gudeg basah yang cuma bisa bertahan satu hari. Beda dengan gudeg kering yang masih bisa bertahan sampai\u00a0 dua hari namun gudeg basah lebih empuk teksturnya. Gudeg disini agak beda rasanya dengan gudeg Wijilan yang terkenal sangat manis. Di sini lebih gurih karena memang disesuaikan dengan konsumen yang kebanyakan pendatang dari luar Jogja.<\/span><\/p>\n

\"sarapan

Gudeg Bu Sunarni<\/p><\/div>\n

Ada beragam cara penyajian gudeg tapi yang umum adalah gudeg dengan areh atau santan kental, sayur kerupuk krecek sebagai rasa pedasnya. Untuk lauk biasanya ada tempe tahu bacem\/rebus, ayam rebus atau goreng dengan bumbu khas Jawa. Cukup enak apalagi makan nasi gudeg pagi-pagi ditemani teh hangat. Gudeg di Bu Sunarni termasuk murah nasi gudeg tahu tempe Cuma 6-7 ribu cukup murah buat kantong mahasiswa. Bisa juga dengan lauk lain seperti\u00a0 telur bulat atau ayam. Gudeg bu Sunarni sekarang sudah bisa di pesan melalui Titipku lebih praktis karena tinggal pesan langsung diantarkan.<\/span><\/p>\n

Larisi UMKM Ini via Aplikasi Titipku!
\nJutaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) selalu berharap usahanya bisa terus berkembang. Yuk larisi usaha mereka dengan membelinya melalui Aplikasi Titipku!<\/p>\n

Artikel ini ditulis oleh : Achmad Gunadi
\nDireview oleh : Susi Setya<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Titipku – Gudeg Jogja dua nama ini sudah nama yang melekat karena merupakan makanan yang identik dengan Kota Jogja. Tiap pagi sudah berjejer ibu-ibu yang jual gudeg di setiap penjuru kota Jogja","protected":false},"author":7,"featured_media":7118,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"_mi_skip_tracking":false,"_monsterinsights_sitenote_active":false,"_monsterinsights_sitenote_note":"","_monsterinsights_sitenote_category":0},"categories":[45,44],"tags":[12029,12028,12025,12032,12020,12021,12034,12035,12023,12026,12024,12022,12030,12027,12033,12019,12031],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/titipku.com\/blog\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/7117"}],"collection":[{"href":"https:\/\/titipku.com\/blog\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/titipku.com\/blog\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/titipku.com\/blog\/wp-json\/wp\/v2\/users\/7"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/titipku.com\/blog\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=7117"}],"version-history":[{"count":1,"href":"https:\/\/titipku.com\/blog\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/7117\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":7121,"href":"https:\/\/titipku.com\/blog\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/7117\/revisions\/7121"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/titipku.com\/blog\/wp-json\/wp\/v2\/media\/7118"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/titipku.com\/blog\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=7117"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/titipku.com\/blog\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=7117"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/titipku.com\/blog\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=7117"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}