add_action('wp_head', function(){echo '';}, 1);{"id":511,"date":"2017-09-21T10:48:10","date_gmt":"2017-09-21T03:48:10","guid":{"rendered":"https:\/\/titipku.co.id\/blog_wp\/?p=511"},"modified":"2017-09-21T10:48:10","modified_gmt":"2017-09-21T03:48:10","slug":"mengenal-kembang-waru-dari-kotagede-yogyakarta","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/titipku.com\/blog\/mengenal-kembang-waru-dari-kotagede-yogyakarta\/","title":{"rendered":"Mengenal kembang waru dari Kotagede, Yogyakarta"},"content":{"rendered":"
<\/p>\n
Dikutip tabloid Saji edisi 368, penggunaan terigu dalam adonan kue ini menunjukkan pengaruh kuat budaya Eropa yang diperkenalkan Belanda pada zaman kolonial. Kala itu, terigu adalah bahan dasar mewah, tak heran jika pada masanya kembang waru adalah kudapan mewah. Biasanya dijadikan\u00a0persembahan bagi Raja Mataram<\/a>, atau hanya dapat ditemui pada perayaan khusus.<\/p>\n Filosofi di balik kembang waru juga menarik. “Kembang waru. Kembangnya Mesti delapan. Nasihat daripada pendahulu tentang delapan jalan utama atau Hasto broto yaitu 8 jalan utama. Diibaratkan 8 elemen penting yaitu matahari, bulan, bintang, mega (awan), tirta (air), kismo (tanah), samudra, dan maruto (angin). Oleh karena itu siapa yang makan kembang waru harus bisa menjiwai dan mengamalkan 8 delapan jalan utama,” papar Mulyadi pegiat kembang waru dikutip\u00a0Liputan6.com<\/a><\/i><\/p>\n Seiring waktu, kue ini menjadi semakin terjangkau oleh masyarakat luas. Meski masih jadi primadona dalam perayaan khusus, kembang waru sudah bukan makanan khusus raja lagi.<\/p>\n Kembang waru berwujud seperti bolu basah. Dulu, kue ini menggunakan bahan tepung ketan dan telur ayam kampung. Dua bahan ini membuat rasa yang istimewa. Kini, dua bahan itu mahal harganya, bahan pun dimodifikasi. Bahan adonan kembang waru kini terdiri dari telur ayam, tepung terigu, gula pasir, soda vanili, dan susu.<\/p>\n Setelah mencampur seluruh bahan, adonan kemudian dimasukkan ke dalam\u00a0cetakan berbentuk bunga<\/a>\u00a0yang sudah dioles mentega. Setelah itu adonan dipanggang di atas nampang berbahan kuningan yang diletakkan di atas arang. Lebih dari satu jam kemudian, kembang waru pun matang. Warnanya kuning keemasan,\u00a0rasanya\u00a0<\/a>empuk, manis, sedikit renyah di bagian tepi.<\/p>\n Dari sajian raja, terjangkau bagi rakyat jelata, belakangan\u00a0kembang waru mulai langka<\/a>. Hanya ada sebagian wilayak Kotagede yang masyarakatnya masih membuat kembang waru dengan cara tradisional. Di antaranya beberapa warga di Kampung Bumen, dan Kampung Basen, Kotagede, Yogyakarta.<\/p>\n Sadiman (72) adalah salah satu pembuat kembang waru yang masih aktif memproduksi penganan ini, sejak 30 tahun silam. Dulu ia memimpin 11 pembuat kembang waru. Saat ini kelompok itu sisa dua orang saja anggotanya.<\/p>\n<\/p>\n