add_action('wp_head', function(){echo '';}, 1);{"id":1829,"date":"2018-08-21T15:27:52","date_gmt":"2018-08-21T08:27:52","guid":{"rendered":"https:\/\/blog.titipku.com\/?p=1829"},"modified":"2018-08-21T15:27:52","modified_gmt":"2018-08-21T08:27:52","slug":"mbah-muginem-pedagang-tahu-pasar-legi-bugisan","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/titipku.com\/blog\/mbah-muginem-pedagang-tahu-pasar-legi-bugisan\/","title":{"rendered":"Tentang Mbah Muginem, Pedagang Tahu Pasar Legi Bugisan"},"content":{"rendered":"
Titipku.com<\/strong> – Kembali menilisik kisah pedagang yang rerata punya sisi menarik. Kali ini tim Titipku berkesempatan menemui pedagang tahu yang memiliki semangat di usia senja. Salah seorang dari beberapa yang kami temui bernama Mbah Muginem.<\/p>\n Di perempatan los, beliau duduk sembari menunggu pembeli menghampirinya untuk menghabiskan tahunya. Tahu putih yang dijajakan per plastik. Di atas ember tersebut adalah tempat beranyam bambu atau dalam bahasa Jawa sering disebut tampah.<\/p>\n “Ini ada yang 5000, ada yang 6000.”<\/em> terangnya sembari menunjuk tahu putih yang dijajakannya. Terlihat tahu tersebut kenyal dan terbayang saat sudah digoreng.<\/p>\n “Tahunya ini ya saya bikin sendiri.”<\/em> Begitu ungkapnya saat kami ingin tahu, tahu yang dijual oleh beliau. Jadi bukan dari barang antaran.<\/p>\n Wanita berusia 65 tahun ini ternyata berasal dari Gunung Bangunjiwo, tidak jauh dari salah satu universitas swasta terkenal di Jogja. Pencarian penghasilannya dimulai dari pagi hari, sejak pukul 7 pagi.<\/p>\n “Sudah dari jam 7 berjualan. Kesini dianterin oleh anaknya. Kebetulan anak dua lelaki semua.” Katanya sumringah saat bercerita.<\/p><\/blockquote>\n Sementara itu, sembari ia mewadahi tahu putihnya, ia melanjutkan cerita soal cucu yang menurutnya sudah banyak, bahkan saat ini sudah memiliki buyut. Perihal mbah Kakung (suami dari mbah Muginem) beliau sudah almarhum. Dirautnya terlihat antusias dan membuatnya senyum terus. Entah apa yang dirasa mbah ini, adakah kiranya yang disembunyikan dibalik senyum itu? Tak terbaca.<\/p>\n Berjualan di pasar Legi Bugisan sudah menjadi kesehariannya sejak tahun 90an. Dibanding dengan pedagang lain yang kami temui sebelumnya, mungkin mbah Muginem ini termasuk yang masih belum begitu lama.<\/p>\n Pulangnya kembali ke rumah tidak mesti, kadang kalau habis lebih cepat beliau bisa lebih cepat sampai di rumah. Maksimal sampai jam 12, sampai pasar Legi Bugisan ini tutup.<\/p>\n “Pendapatan setiap harinya nggak pasti. Kedelainya kadang butuh 10 kg dengan harga yang juga lumayan. Seluruhnya bisa dibikin kira-kira 100 bungkus, sekalian ada yang dianterin karena sudah langganan.” Pungkasnya.<\/p><\/blockquote>\n Baca Kisah Lainnya<\/p>\nMbah Muginem, Pedagang Tahu Pasar Legi Bugisan<\/h3>\n
<\/p>\n
Kesehariannya di Pasar Legi<\/h4>\n