Titipku – Suatu pagi berseri, bermacam kisah berserakan di pinggir kota Jogja. Satu dari sisi pasar rakyat, jauh dari kemewahan. Adalah pasar Sambilegi Jogja. Taburan senyum pemilik tangan dan kaki kumal berbaris menyambut langkah dan wajah pemburu sayur mayur, buah, dan juga daging segar.
Di muka pasar rakyat ini, segerombol tukang parkir duduk, dan silih berganti membenakan kendaraan rakyat. Sumringah seolah tiada masalah. Seolah, tak ada perseteruan partai besar yang memegang prinsip: opportunity.
Penjaja Dagangan Pasar Sambilegi
Langkah demi langkah, menyusur satu per satu ibu-ibu paruh baya yang sedang berupaya untuk menyelesaikan semua dagangannnya hari itu juga. Kangkung, pare, bayam hijau, tomat segar, belailah. Sang pedagang sayur mayur siap busuk dalam tiga hari ke depan itu tetap membongkahkan senyum mewartakan harga setiap item yang ia dagangkan.
Warna-warni. Dan mungkin kita lupa, bahwa warna-warni dan kesegaran itu sesungguhnya merupakan kekayaan. Mungkin kita lupa, bahwa bahwa sebagian pedagang-pedagang yang kita jumpai itu mengira kemewahan dan kebahagiaan hidup itu di gedung pencakar langit, tinggi, berwibawa. Atau di sebuah lantai marmer mengkilat. Demikian, sinetron televisi mengajarkan arti bahagia.
Lepas dari hijau sayur mayur, kita akan melihat lengkuas sehat, bersanding dengan bawang merah, bawah putih gempal bin subur. Sekitarnya, kamu akan melihat rupa-rupa hasil bumi. Cabai merah, si rawit, bersalaman dengan dedaunan rempah. Daun salam segar dan daun jeruk misalnya.
Demikian itu, kita mungkin seperti mereka. Saat memandang segala itu, kita lupa akan kekayaan bangsa ini. terlalu banyak doktrinkah dari media-media yang menjadikan setiap pribadi pesimis? Bahwa segala hasil ibu pertiwi nyatanya berfaedah dan cukup menuju lumbung kemakmuran.
Banding Harga Luar Negeri
Tahukah? Di Coles, Sydney, sebiji kelapa yang jelas sehat siap menghempas isi kantongmu. Di sini, si Ibu paruh baya penjual kelapa, fasih bahasa Jawa mempersilahkan pembelinya untuk menawar barang dagangannya untuk hari itu. Semurah dan sepantasnya ibu itu dapatkan. Dan pada realitanya, kebaikan manusia seperti masih tersebar di belahan pasar lain.
Sepulang dari pasar itu, bedah kembali belanjaanmu. Lihat, sayur yang kamu lihat satu ikatnya, adalah 3 kali lipat dari sayur yang kamu beli di pasar lampu benderang. Lihat, warna-warni hasil bumi pertiwi, daun pisang itu, dan bumbu rempah yang kamu dapat murah. Mungkin tak nampak istimewa. namun yang demikian itu, membuat restoran Thailand di New York, mahal.
Lihat batang sere yang tergabung dalam bumbu dapur itu. Ingat di Figtree Wollongong harganya melebihi Rp. 25 ribu rupiah per batangnya.
Lantas, sebenarnya kita hidup di negara berkembang atau maju yang tersirat? Yang sebenarnya kemakmuran dan kenikmatan hidup hadir melalui dedaunan perut ibu pertiwi, buah nan ranum, murah, dan ramah pedagang-pedagang pengais rezeki setiap pagi.
Pasar Sambilegi.
Dari artikel inspirasi, Andi Arsana – madeandi.com
Yuk! ramaikan penjualan para pedagang pasar rakyat dengan titip belanja melalui Titipku 🙂
-
5 Manfaat Konsumsi Ikan dan Seafood Bagi Kesehatan – Info UKM Titipku 27 September 2018[…] Beringharjo Pasar Kranggan Pasar Demangan Pasar Sambilegi Pasar Condongcatur Pasar Prawirotaman, […]
-
Meski Dollar Naik Dengan 100 Ribu Kamu Bisa Dapat Ini – Info UKM Titipku 21 September 2018[…] Beringharjo Pasar Kranggan Pasar Demangan Pasar Sambilegi Pasar Condongcatur Pasar Prawirotaman, […]
-
Pasar Legi Bugisan (Patangpuluhan) Yogyakarta – Info UKM Titipku 15 August 2018[…] ditilik dari gedung pasar ini, sekilas nampak persis dengan Pasar Sambilegi. Sementara, luas bangunan pasar ini tidak seluas pasar besar di Jogja, yakni hanya 176 meter […]