Titipku – Bulan lalu kencang beredar kabar bahwa Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menargetkan ada 30 juta UMKM masuk ke ekosistem digital di 2024 (Beritasatu, 2022). Saat ini sudah ada 19 juta UMKM masuk ekosistem digital, berarti kurang dari setengah lagi harus dikejar hingga 2024. Lalu, sebenarnya apa itu UMKM? Nah, di artikel ini kita akan mengupas seluk beluk UMKM hingga kita dapat mengenal apa itu UMKM.
mengenal apa itu UMKM
Bagi sebagian dari kita, tentu sudah tidak asing dan sudah mengenal apa itu UMKM. UMKM merupakan akronim atau singkatan dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Jadi UMKM adalah segala usaha yang sedang dikerjakan dan masih dalam skala mikro, kecil, dan menengah.
Sampai pada penjelasan kepanjangan UMKM di atas, tentu banyak yang tahu. Yang jadi pertanyaan selanjutnya: Apa batasan antara usaha yang mikro, yang kecil, dan yang menengah? Hal ini perlu terjawab agar kita benar-benar mengenal apa itu UMKM.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Yang membedakan adalah jumlah aset dan pendapatan antar ketiganya.
Usaha Mikro
Usaha dapat digolongkan usaha mikro ketika mempunyai aset maksimal 50 juta dan memiliki pendapatan maksimal 300 juta. Usaha boleh dimilki perorangan atau berbentuk badan usaha. Salah satu contohnya adalah warung kelontong yang ada di dekat rumah Moms. Pedagang bakso keliling yang sering lewat depan rumah juga termasuk dalam kelompok ini, atau bahkan masuk ke ultra mikro.
Usaha Kecil
Selanjutnya usaha dapat digolongkan usaha kecil ketika usaha tersebut memiliki aset 50 juta-500 juta, dan mendapatkan omzet sekira 300 juta hingga 2,5 miliar. Sama seperti usaha Mikro, pemilik usaha bisa merupakan perorangan atau badan usaha.
Usaha Menengah
Terakhir adalah usaha tingkat menengah. Usaha dapat dikatakan menengah ketika memiliki aset 500 juta hingga 2.5 miliar dan mendapatkan omset sebesar 2.5 miliar hingga 50 miliar berdasarkan undang-undang. Usaha menengah juga dimiliki perseorangan dan tidak boleh anak perusahaan.
PERBEDAAN UMKM DENGAN BISNIS STARTUP
Sejauh ini kita sudah memahami dan mengenal apa itu UMKM. Jika memang usaha UMKM seperti itu, lalu apa bedanya dengan bisnis startup?
Meski tampak mirip, rupanya ada sejumlah perbedaan antara UMKM dengan bisnis startup. Perbedaan pertama adalah dari jenis usahanya. Jika UMKM lebih kepada menciptakan atau menjual-belikan produk tetapi jika startup lebih kepada menyajikan jasa untuk usaha mereka. Misalnya UMKM adalah penjual batik khas Yogyakarta dan contoh startup adalah jasa fotografi dan videografi nikahan.
Kedua adalah penggunaan teknologi untuk usahanya, jika UMKM menggunakan teknologi hanya untuk sekadar saja, tetapi startup sangat tergantung dengan teknologi yang dipakai. Contohnya penggunaan internet. UMKM menggunakan internet untuk kebutuhan transaksi daring yang menyokong transaksi offline. Tetapi startup membutuhkan internet untuk keseluruhan operasional bisnisnya.
Terakhir adalah skala produksi. Jika UMKM memerlukan sumber daya untuk memproduksi barang atau produknya. Semakin besar produk yang diproduksi, maka semakin banyak SDM yang dibutuhkan untuk memproduksi produk tersebut. Tetapi tidak untuk startup, di startup tidak memerlukan sumber daya yang banyak untuk memproduksi jasanya karena adanya bantuan teknologi.
Baca Juga:
Wamendag: Ada 3 Tantangan UMKM di Dunia Digital
Dukung UMKM Indonesia Lawan Corona!
Tiga Deretan UMKM Terbaik, Wajib Dikunjungi!
APAKAH PEDAGANG PASAR TERMASUK UMKM?
Yang menjadi pertanyaan berikutnya setelah kita mengenal apa itu UMKM: Apakah pedagang pasar yang Titipku layani ini termasuk dalam UMKM? Menurut berita di Kompas.com, pedagang di pasar bisa termasuk dalam pengusaha UMKM mikro (Kompas.com, 2022).
Namun, untuk menjawab pertanyaan ini dengan lebih clear, mari kita membuat simulasi modal usaha pedagang pasar. Kita ambil contoh usaha pedagang jajanan pasar seperti yang ditulis oleh Pintarjualan.id.
Untuk menganalisanya, kita perlu memetakan jenis modalnya. Ada dua jenis modal, yakni modal awal yang hanya digunakan sekali pada saat membuka usaha, dan modal operasional yang selalu dikeluarkan pada periode waktu tertentu.
Untuk modal awal, kurang lebih berikut rinciannya:
- Meja jualan = Rp300.000
- Wadah nampan = Rp200.000
- Capit makanan = Rp100.000
- Banner = Rp100.000
- Serbet = Rp50.000
- Pisau = Rp50.000
- Toples = Rp200.000
- Biaya sewa tempat 1 tahun = Rp15.000.000
- Total Modal Awal = Rp16.000.000,-
Sementara, modal operasionalnya adalah seperti berikut:
- Biaya promosi = Rp100.000
- Sabun cuci = Rp50.000
- Air dan listrik = Rp100.000
- Beli produk ke supplier = Rp4.000.000
- Biaya lain-lain = Rp100.000
- Total Modal Operasional = Rp6.350.000/bulan atau Rp76.200.000/tahun
Jika ditotal, maka modal awal di bulan pertama seorang pedagang jajanan pasar di pasar tradisional adalah sekitar Rp22.350.000, atau membutuhkan modal sekitar Rp92.200.000 untuk operasional 1 tahun.
Melihat dari indikator modal usaha yang dibutuhkan, maka betul kata berita di Kompas.com, bahwa pedagang pasar bisa masuk sebagai pengusaha UMKM mikro, namun bisa juga masuk sebagai pengusaha UMKM kecil juga. Naaah, sampai sini kita sudah makin mengenal apa itu UMKM kan?
PERAN UMKM & URGENSI DIGITALISASI UMKM
Peran UMKM penting bagi perekonomian Indonesia karena banyak sekali orang yang menggantungkan hidupnya sebagai pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menegah ini. Jadi tidak mengherankan pemerintah memberi perhatian kepada sektor ini.
Meski sempat terseok-seok selama awal pandemi COVID-19, rupanya UMKM tetap bisa menjadi solusi ekonomi warga di tengah pandemi. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian.
Salah satunya, penelitian Nurlinda dan Junus Suinuraya mengatakan bahwa UMKM selama pandemi masih berperan sebagai sumber pendapatan masyarakat, mengatasi pengangguran, berkontribusi pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB), devisa negara, dan juga investasi (Nurlinda & Sinuraya, 2020, p. 173).
Namun, Nurlinda dan Sinuraya menambahkan bahwa UMKM yang bisa bertahan di masa pandemi adalah mereka yang memiliki SDM yang menguasai teknologi digital. Artinya, di masa pandemi, pengusaha membutuhkan saluran promosi dan lapak di ekosistem digital.
Asumsi MinTip, hal ini tetap dapat dibutuhkan pascapandemi karena pasar UMKM digital yang sudah terbentuk dan adanya perilaku konsumen yang sudah nyaman berbelanja produk UMKM secara daring.
Melihat potensi ini, Titipku berkomitmen untuk membantu proses digitalisasi para UMKM, khususnya para pedagang pasar tradisional, supaya mereka juga bisa melek teknologi, bisa bersaing dan berperan di kancah perekonomian digital, serta mampu membantu Indonesia dalam bersaing di perekonomian global.
Bagi Anda yang ingin berperan juga, Anda bisa berperan menjadi para pelanggan pedagang pasar yang sudah terdaftar di Titipku ini. Titipku bisa didownload di Google Playstore dan Apple Appstore. Dengan menjadi para pelanggan, Anda bisa berperan dalam mempertahankan eksistensi para pedagang pasar di dunia digital. Dengan adanya transaksi yang baik juga dari platform digital, para pedagang bisa semakin semangat berjualan secara daring dan mau untuk mengajak para pedagang lain yang belum berjualan secara daring.