Titipku.com – Pasar Kotagede merupakan salah satu pasar yang sarat akan sejarah kota Yogyakarta. Nah jika kamu sudah terlalu sering singgah ke pasar Beringharjo saat ke Jogja, coba sempatkan untuk jelajahi pasar Legi Kotagede. Pasar ini berada di jantung kota Kotagde. Yang mana suasana yang lebih tradisional dibanding pasar-pasar lain.
Saat kamu singgah ke pasar ini, pandanganmu tentu tidak akan lekang dari ibbu-ibu pemilik kios dagangan yang mengenakan pakaian Jawa, misalnya jarik atau kain tradisional, untuk membebat tubuh mereka sebagai ganti rok.
Di tengah pasar, para pedagang juga menjual kudapan jaman dulu yang kini sudah sulit ditemui. Sebut saja kipo, Salah satu kuliner ringan yang terbuat dari tepung beras dan dikemas dengan daun pisang.
Tidak hanya itu saja, kamu juga akan menyaksikan ibu-ibu para pemilik kios dagangan yang masih mengenakan cara dagang tradisional. Sebut saja salah satunya, mbah Dawimah. Beliau ini adalah seorang pedagang jamu batok yang sudah mengeksiskan minuman tradisional dengan cara yang tradisional.
Alasan Disebut Jamu Batok
Alasan disebut jamu batok ini tidak lain adalah dari penyajian minum jamu dengan gelas sejak puluhan tahun lamanya yakni sekitar 63 tahun. Dan hingga kini, cara penyajian dengan menggunakan batok gelas menjadi daya kuat nuansa tradisional. Di usia nenek dengan 6 cucu ini sudah berusia di angka 80 tahun, jamu ini seakan tak lekang oleh zaman.
Memang, sudah puluhan tahun berdagang jamu batok di Pasar Legi Kota. Jamu yang ia jajakan ke pelanggannya adalah jamu racikan sendiri secara langsung saat pengunjung mendatangi lapak beliau. Cara meraciknya juga manual dengan perasan tangan.
Cara ini rupanya adalah cara turun temurun dari nenek dan ibunya yang konon adalah pedagang jamu juga di Kotagede. Racikan secara manual di tempat. Wanita ini terlihat begitu piawai dalam memeras dan meracik jamu-jamu tersebut. Makanya, tidak sedikit pengunjung yang datang mengantri untuk minum jamu, melainkan juga belajar cara membuat jamu tersebut.
Pengunjung juga bisa berkonsultasi dengan mbah Dawimah tentang keluhannya. Semisal pegal-pegal, ia akan menyarankan untuk minum jamu pegal linu. Ia juga akan menanyai sudah berapa lama si tamu itu merasa tak enak badan.
Awalnya, siapa saja tidak menyangka dari pengamatan sebentar, lapaknnya hanya diisi meja panjang setinggi lutut orang dewasa dan dua kursi panjang untuk pengunjung. Pengunjung yang duduk di kursi itu akan berhadap-hadapan langsung dengan bu Dawimah yang sibuk meracik jamu di balik meja tersebut.
Di meja itu diletakkan belasan botol jamu. Jenisnya pun beragam. “Jamunya macam-macam. Jamu daun pepaya ada, jamu pegal linu ada, jamu kunyit asem ada, kencur juga, ada penawar juga.” Katanya saat tim Titipku singgah di lapaknya.
Biasanya pengunjung yang ke lapaknya berasal dari kalangan pedagang pasar. Pesannya jamu uyup-uyup alias jamu untuk kebugaran. Sedangkan pengunjung atau wisatawan biasanya membeli kunyit asam dan beras kencur.
Tangannya cukup pekat karena telah berkutat pada bermacam-macam jenis tumbuhan. Kamu juga akan melihat mbah Dawimah memeras dedaunan manakala sedang menyeruput jamu racikannya.
Jika kamu ingin mmenyeruput jamu racikannya, beliau sudah siap melayani pembeli dari pukul 06.00 hingga pukul 13.00. Katanya “Datang pagi supaya kebagian banyak jamu.” Harga segelas jamu ini ia banderol dengan harga cukup murah yakni Rp. 5.000 saja.
Habis seruput jamu kamu tak perlu khawatir merasa pahit berkepanjangan selepas minum jamu karena mbah Dawimah menyediakan wedang madu sebagai tombo alias obat penetralnya. Minuman ini diberikan secara gratis. 🙂
Sumber: msn.com,wawancara langsung Titipku.