Titipku -Masih menyibak rindang pepohonan. Dibalik nyiur, bambu yang saling bergesek, ada rumah sederhana tertutup yang kami singgahi. Sengaja, kami ingin menjumpai dan mendengar kisah bu Sokiyem, pengrajin tampah/tambir Dlingo Bantul, Jogja. Tepatnya di daerah Sanggrahan 2, Muntuk, Dlingo, Bantul.
Wanita tangguh yang harus menghidupi kedua anaknya dan dirinya sendiri. Seorang ibu rumah tangga yang merangkap menjadi kepala keluarga.
Kesehariannya, ia bekerja menjadi buruh harian lepas dengan meraup upah 20 ribu rupiah setengah hari. Jika sampai sore bisa 40 ribu rupiah. Cukup? Jauh dari kata cukup.
Usai bekerja, ia melajutkan tugasnya menganyam bambu untuk dijadikan tambir, profesi yang sudah ditekuninya sedari kecil bahkan para pendahulunya.
Untuk seluruh proses hingga menjadi beberapa tampah membutuhkan waktu sekitar satu minggu.
“Satu minggu paling baru jadi, paling banyak 30 buah. Kadang juga dua minggu tergantung badan, kadang kerja di luar sudah menguras tenaga.”
BERKIRARI MENJALANI HARI
Suka duka menjalani usaha menjadi ganda. Kini, ia harus menopang hidup dengan pemasukan seadanya untuk tiga nyawa, kedua anaknya dan dirinya sendiri. Sementara suaminya? Entahlah, sudah lama tak bertamu ke kediamannya selama bertahun-tahun. Juga tak ada suara yang berdering di telefon genggam anaknya.
“Dulu saya nikah 16 tahun, ya, lama berumah tangga tapi, ya, tidak begitu bahagia. Pingin saya, suami kerja itu tidak harus meninggalkan rumah, kerja ya pulang. Tapi suami sukanya merantau. Tapi merantaupun tidak ajak anak-anak. Pinginnya ya seneng susah bareng-bareng, cari uang bareng bareng. Tetap semangat bekerja, sedapetnya rejeki.”
Untuk menyambung hidup, sistem kerja menjadi pengrajin adalah gali lubang tutup lubang kepada tengkulak yang mendistribusikan ke kota. Yakni, sebelum jadi mengambil upah 50% terlebih dahulu untuk jajan anak-anaknya.
Dikaruniai dua anak yang usianya cukup berjarak, bu Sokiyem banyak menaruh harap. Semoga kelak, anaknya yang masih bersekolah bisa menjadi anak yang cerdas dan membantu mengembalikan kondisi perekonomian keluarganya karena ia seorang lelaki.
Sementara itu, anaknya yang sudah besar, yang diketahui namanya Ratna itu cukup meringankan beban ibunya dengan membantu mengurus rumah.
Tambir/tampah yang dihasilkan tidak setiap harinya banyak, paling sedikit adalah 30 tampah bambu dalam satu minggu, maupun dua minggunya. Kenapa? Karena prosesnya cukup panjang, mulai dari pemotongan bambu, membuat iratan (bahan anyaman), mengayam, dan menali.
Bahan mentahnya pun tidak sekedar memetik. Bambu dibelinya 100 ribu atau 200 ribu.
“Satu biji bambu senilai Rp. 20 ribu. Nanti dipotong-potong kemudian saya buat iratan. Untuk lingkarannya karena cukup memakan tenaga, maka diserahkan kepada pengepul supaya membuatkan lingkaran. Lingkarannya dihargai 800 rupiah.”
Harga Tampah
Untuk satu tampahnya beliau dapatkan seharga Rp. 7000 rupiah. Harga juga bergantung pada ukuran. Ukuran tampah yang di produksi antara lain 40, 35, 50, 55. Sementara itu, ia sengaja tidak mengikuti teman-temannya untuk membuat ukuran 70 karena menurutnya sulit mencari bambu yang besar itu.
“Memilih anyaman pun tak sembarang, harus yang rapi. Ada ceting/bakul, ada tenggok, apa aja banyak disitu. Kalau ceting tidak telaten, iratannya kecil-kecil.”
Selain membuat sendiri, kadang ia juga menerima jasa mengayam dan dihargai 12.000, 15.000 hingga 20.000.
Musim ini masih merosot, satu tampahnya seharga Rp. 6.500, padahal biasanya sampai 7500.
Menghuni rumah sederhana dari uluran tangan warga setempat, ditinggalkan suami dengan piutang yang tak diketahuinya, bu Sokiyem tetap membakar semangat demi anak-anaknya.
“Saya mending sekarang hidup bersama dengan kedua anak saya. Mau didik anak biar pinter. Semangat saya supaya anak-anak saya bisa sekolah bisa jadi anak pinter.”
Saat ini bu Sokiyem masih harus menanggung hutang-hutang yang ditinggalkan suaminya bahkan rumahnya terancam disita oleh bank.
Bantu Ibu Sokiyem, pengrajin tampah Bantul ini melunasi hutang-hutangnya dengan membelinya melalui aplikasi Titipku! 🙂
Baca Artikel Menarik Lainnya:
Berbagai Mebel Jogja di Tangan Pak Heri, Sebuah Kisah UMKM dari Jogja Lantai 2
Ayo Menjelajah!
Kami sudah bantu UMKM ini agar masuk online melalui Aplikasi Titipku. Kamu juga bisa posting usaha UMKM manapun agar tulang punggung perekonomian Indonesia semakin maju! 🙂
Titipku membantu Digitalisasi UMKM melalui Penjelajah untuk memajukan Perekonomian Indonesia. #AyoMenjelajah
Jelajah UMKM, Download Aplikasi Titipku!!
play.google.com/store/apps/details?id=com.titipku.alpha
-
Jelajah UMKM Spesial Ramadhan Kini 8000 Lho! – Titipku 06 May 2019[…] lho. Karena Rp 1.000 dari setiap reward yang kamu dapatkan saat Menjelajah akan didonasikan kepada Ibu Sokiyem! (Klik untuk baca kisah […]