Titipku.com – Jamu merupakan sebutan untuk obat tradisional dari Indonesia. Jamu dibuat dari bahan-bahan alami seperti tumbuhan, rimpang (akar-akaran), daun-daunan, kulit batang, juga buah.
Racikan herbal asli Indonesia ini dipercaya bermanfaat baik untuk tubuh serta dapat mengatasi penyakit tertentu seperti pegal linu, gangguan sistem pencernaan, juga sistem reproduksi bagi khususnya wanita.
Kini jamu yang dijajakan keliling dalam gendongan, sepeda, maupun gerobak mulai kurang digemari oleh anak muda. Meskipun demikian, eksistensi jamu di beberapa daerah masih terawat hingga kini dari penggemar jamu tradisional itu sendiri seperti di Yogyakarta.
Dari penyusuran kami ke kawasan Pasar Ngasem, kami langsung tertuju pada seorang bapak penjual jamu dengan pakaiannya yang ‘nyentrik’ dengan gerobak bersih tertata botol-botol jamu berbagai rasa. Terlihat juga seorang pesepeda motor singgah sejenak untuk meneguk jamu dari bapak itu.
Rupanya ia adalah pak Supardi, seorang lelaki tua yang tanpa keluh menajajakan jamunya dalam berpuluh botol di gerobaknya. Warna jamunya mencolok dan menarik perhatian. Berbeda dengan bapak pelanggan tadi yang memesan jamu bratawali (salah satu jamu terpahit), kami justru memilih jamu yang kelihatannya nyaman dirasa yakni kunir asem (kunyit asam).
Sementara itu, berbeda dengan penjual jamu pada umumnya yakni wanita berkebaya dan berjarik, pria ini justru mengenakan pakaian rapi bertopi dan berkacamata. Kacamata dan topinya bukan untuk fashion belaka, melainkan untuk menghalau terik yang membakar kepala dan kacamata untuk menghindari sinar matahari langsung ke mata. Juga celemek yang terpasang untuk tetap menjaga baju tetap bersih.
Di usianya yang sudah cukup berumur, pak Supardi tetap melanjutkan kesehariannya sebagai seorang penjual jamu keliling. Harga jualnya juga cukup murah. Menurutnya yang penting berkecukupan.
“Jualannya sudah lama, sudah ada sekitar 50 tahun.” ungkapnya saat kami temui.
Segala jamu yang dijajakannya adalah hasil racikan tangannya sendiri. Dengan sabar, ia meracik jamu-jamu tersebut setiap paginya dengan bahan yang ia beli dari pasar. Kemudian bahan-bahan tersebut ia tumbuk dan racik serta disaring untuk diambil airnya saja. Kebayang kan berapa jam waktu bekerjanya? Dan untuk hasil yang tak selalu menentu.
Setiap harinya, ia mendorong gerobaknya yang berisikan botol-botol jamu siap minum menuju ke jalan depan Pasar Ngasem, Ygoyakarta. Berjualan setiap harinya mulai dari jam 10 pagi dengan jam pulang yang tak menentu.
Ya, pak Supardi tidak hanya menyelesaikan berjualan di depan Pasar Ngasem saja, namun juga berkeliling kawasan rumahnya di Jokteng Kulon. Langkah kaki dan tangannya berkolaborasi yang tak kenal lelah sedari pagi. Meracik, menjual, bahkan mendorong. 🙂 Tak kenal keluh untuk menyambung hidup.
“Jam pulangnya tidak menentu, kadang habis dhuhur, nanti lanjut keliling.”
Bahkan, kami tak dapat membayangkan berapa penghasilan yang ia peroleh bersih setiap harinya. Jamu yang ia jual cukup murah. Dengan membayar Rp. 6000,- saja kamu akan mendapat satu botol jamu untuk rasa apapun. Berbeda dengan jual jamu per gelas sekali teguk, pak Supardi membanderol ramuan herbal ini Rp. 2000 saja. Upah yang tak seberapa dibalik kerja kerasnya dari pagi buta hingga usai bekerja. 🙂
Artikel Menarik Lainnya: Pak Udin, Satpam Swalayan yang Juga Berjualan Kue Leker 1000 Rupiah
Ayo Bantu Pak Udin dengan Jelajah Melalui Aplikasi Titipku!
Titipku membantu Pak Udin dan UMKM lainnya agar produk mereka dapat dibeli melalui aplikasi Titipku. Kamu juga bisa! Titipku membantu Digitalisasi UMKM melalui Penjelajah untuk memajukan Perekonomian Indonesia. #AyoMenjelajah
Download Aplikasi Titipku: play.google.com/store/apps/details?id=com.titipku.alpha
-
Jamu Tradisional yang Digerus Zaman – Titipku 15 August 2019[…] berminat meminum jamu setelah membaca artikel diatas? Ayo belanja di aplikasi Titipku. Sudah ada penjual jamu tradisional yang bermitra dengan Titipku, lho. Kamu bisa temukan di Aplikasi Titipku. Bahkan kamu […]