Titipku – “Kalau yang dari bambu bikin sendiri, seperti seruling, gasing, ini 15 ribu” demikian ujar seorang pedagang mainan tradisional di Jalan Malioboro bernama pak Pujianto. Menyusuri sepanjang jalan Malioboro sudah dilakoninya setiap hari. Lelaki perantau dari Wonosari, Gunungkidul ke kota Jogja. Mungkin hari itu laku tak seberapa, namun baginya yang penting bisa makan.
Satu lagi yang cukup unik. Ada mainan tradisional yang kalau dilihat dari akar-akar. Benar saja, akar-akar itu dibentuk seperti binatang yang menarik perhatian anak-anak seperti kuda dan gajah.
“Akar wangi ini ambil dari orang Wonosari juga. Ini kalau dibasahi jadi wangi (sambil menunjukkan akar di mainan kuda itu). Memang ada manfaatnya juga buat menghilangkan kecoa sama semut.”
Hari itu Malioboro tidak seramai biasanya. Mungkin karena masih cukup sore dan sempat hujan. Makanya, jualan pak Pujianto ini jarang terlihat dihampiri pembeli. Duduk di area pedestrian sembari sesekali membunyikan mainnya.
Di hari biasa itu keuntungan kadang-kadang saja bisa dapat. Kadang laris, kadang engga. Seperti hari itu, dari pagi sepi. Tapi ya cukup lah buat makan bapak tiga anak ini.
“Memang rejeki itu ya sudah ada yang atur. Misal lakunya banyak, ya dapat banyak. Sekarang makan di Jogja Rp. 30 ribu tidakĀ cukup. Untung saya tidak merokok, kalau saya merokok lebih parah lagi.”
Sebelumnya ia juga merantau ke Surabaya dari tahun 1992 hingga 2001. Tapi sekarang ia sudah aktif di Jalan Malioboro ini sebagai pedagangan asongan. Identiknya pedagang asongan resmi di Jalan Malioboro adalah rompi yang dikenakannya.
Karya dari tangan sendiri
Sebuah karya dari tangan sendiri. Suling bambunya beliau buat di Wonosari. Dibantu sang istri di bagian pemotongan. Barulah untuk lubang dan pola itu beliau ambil alih. Kebetulan hanya mainan bambu saja, beberapa mainan lain ia ambil dari rekannya karena tidak ada mesinnya untuk membuat.
Sabar dan tegar. Berapapun yang didapat adalah rezekinya. Apalagi istrinya mengidap fertigo, pusing berat, dan buat jalan agak sempoyongan. Satu hal yang membuat kami melongo, bukan kost atau kontrakan seperti perantau pada umumnya sebagai tempat tinggalnya. Namun di sebuah pendopo Gubernur.
“Saya misal berangkat dari Wonosari hari jumat, senin pulang,kebetulan besok Jalan Malioboro pedagangnya libur. Saya tidurnya di pendopo Kantor Gubernur, yang jualan seruling gitu. Kalau yang perempuan di Kraton sana. Sebagian ada yang kost, kalau orang laki kan tidur dimana mana tidak apa-apa.”
Hidup memang sedemikian uniknya yah. Banyak di luar sana harus hidup se prihatin itu. Semoga jualan pak Pujianto selalu laris. š
Baca Artikel Menarik Lainnya:
Seberkas Cerita Tentang Pak Tarwin Penjual Kerupuk di Jogja
Ayo Menjelajah!
Kami sudah bantu UMKM ini agar masuk online melalui Aplikasi Titipku. Kamu juga bisa posting usaha UMKM manapun agar tulang punggung perekonomian Indonesia semakin maju!Ā
Titipku membantu Digitalisasi UMKM melaluiĀ PenjelajahĀ untuk memajukan Perekonomian Indonesia. #AyoMenjelajah
Jelajah UMKM, Download Aplikasi Titipku!! Klik Link Di Bawah Ini
play.google.com/store/apps/details?id=com.titipku.alpha
-
Mainan Kapal Bu Sumi Pasar Wonosobo – Titipku 26 September 2019[…] berbagi bersama dengan teman-teman. Beda sekali dengan sekarang. Ketika jaman sudah maju kebanyakan mainan hanyalah mainan elektronik yang tidak perlu keluar rumah. Dulu mainan rata-rata terbuat dari […]