Titipku – Saat ini kita semua sedang berkonsentrasi dalam menekan penyebaran wabah COVID-19 melalui berbagai strategi seperti social distanding, kampanye pemakaian masker, PSBB dan lain-lain.
Tentu saja kita semua ingin badai COVID-19 ini segera berlalu, sehingga semua dampak pahit juga berlalu dan berharap pola kehidupan akan normal kembali seperti semula. Pertanyaannya apakah kita yakin bahwa pola kehidupan kita nanti akan sama seperti sebelum wabah COVID-19 merebak?
Ibarat bermain catur, maka kita perlu berpikir 2 atau 3 langkah ke depan. Jadi kita juga perlu menyiapkan rencana kita apabila COVID-19 sudah bisa diatasi. Kita mesti optimis bahwa bersama pemerintah kita akan bisa mengatasi penyebaran wabah COVID-19.
Simak Beberapa Skenario Berikut Ini
Untuk itu kita perlu menyiapkan beberapa kemungkinan skenario yang menjadi asumsi kita dalam mengambil keputusan atas rencana dan persiapan kita pada pola kehidupan pasca badai COVID-19. Mari kita berandai-andai tentang beberapa skenario yang mungkin terjadi pasca COVID-19 antara lain:
1. Lingkungan
Apakah kita merasa bahwa kita akan kembali hidup dalam lingkungan kota yang tingkat polusi udaranya sangat kotor seperti kota Jakarta. Dimana penduduknya terlalu sibuk berlalu-lalang dengan kemacetan, memboroskan energi dan biaya, dan menghasilkan timbunan sampah yang minta ampun?
Ataukah masyarakat kita jadi sadar bahwa sebenarnya penciptaan udara bersih ternyata bisa dilakukan dengan mengendalikan aktiftas kerja?
Bekerja dari rumah, melakukan pertemuan secara online, mengurangi aktifitas di jalan, memilih rapat/pertemuan pada lokasi yang lebih dekat dengan rumah dan masyarakat. Tidak mau lagi kehilangan suasana udara bersih yang kita peroleh melalui pengorbanan banyak jiwa yang melayang karena COVID-19??
2. Pola kerja Karyawan
Apakah pola kerja para karyawan di Jakarta masih sama? Berangkat pagi-pagi ke kantor dengan menggunakan tranportasi online, angkutan umum ataupun kendaraan pribadi dengan menempuh jarak jauh dengan menghabiskan banyak waktu di jalan?
Atau pekerja mulai mencari perusahaan yang memberikan keleluasaan bekerja dari rumah dan jika harus ke luar rumah hanya berada dalam radius yang berdekatan?
Lalu bagaimana dengan pekerja yang sudah kena PHK yang bersedia dibayar lebih rendah asal masih memiliki sumber penghasilan? Apakah akan terjadi kelebihan tenaga kerja? Ataukah mereka menunggu lowongan kerja atau mengambil inisiatif peluang di dunia online?
3. Pergerakan Bisnis
Apakah semua bisnis bisa langsung bergerak normal, sehingga semua pekerja bisa kembali masuk ke pabrik atau kantor untuk bekerja, dan gaji bisa penuh tanpa potongan?
Atau hanya sebagian perusahaan yang bisa mulai aktif terutama perusahaan yang menyediakan kebutuhan pokok masyarakat dan itupun belum mencapai kapasitas normal karena tidak semua bahan produksi tersedia?
Apakah perusahaan yang mulai aktif sudah bisa langsung menyerap semua tenaga kerja dengan tetap membayar sesuai UMR atau memilih akan berhenti produksi dari pada berhadapan dengan tuntutan buruh yang terus ribut soal UMR? Mungkinkah perusahaan menerapkan sistem kemitraan dengan menjadikan pekerjanya sebagai produsen mandiri yang bekerja dengan sistem makloon di rumah masing-masing daripada membayar gaji tetap, sehingga produktifitas menjadi alat ukur penghasilan?
4. Pusat Perbelanjaan
Apakah pusat perbelanjaan akan kembali ramai dan generasi muda kelas menengah terlihat asyik dengan gaya hidup konsumsi produk-produk kelas atas yang mahal?
Ataukah mereka menjadi sadar dengan pola belanja produk yang lebih rasional dan non branded, karena gaji mereka tidak lagi sebesar masa lalu dengan beban cicilan hutang yang terlanjur menjadi perangkap hidup?
Masihkah mall-mall bertahan dengan biaya sewa lama dengan menekan para tenant mengikuti syarat dan ketentuan mal secara sepihak. Atau mal-mal berani melakukan terobosan dengan menerapkan skema kerjasama dengan tenant yang kreatif melalui kolaborasi win-win agar ruangan mal tidak kosong?
5.Episentrum Ekonomi
Apakah Jakarta akan tetap menjadi episentrum ekonomi? Apakah strategi pemulihan ekonomi bergantung pada perusahaan-perusahaan besar?
Ataukah terjadi pergerseran ke banyak kantong ekonomi ke daerah dan pendesaan?
Ataukah pemulihan ekonomi akan dimulai dengan penciptaan kesempatan usaha dan lapangan kerja melalui mobilisasi sektor UKM, pertanian, perikanan rakyat? Dimana secara nyata-nyata menjadi sumber penghasilan mayoritas populasi rakyat Indonesia?
6. Pemerintah
Apakah kita masih menganut mekanisme pasar yang relatif bebas?
Atau akan terjadi penerapan dominasi pemerintah dalam mengawal proses pemulihan dunia usaha yang artinya ada banyak kontrol dan intervensi oleh pemerintah?
Terutama memberikan banyak dukungan perlindungan agar harga produk pertanian, perikanan, pupuk tidak dilepas ke mekanisme pasar tapi lebih berpihak kepada rakyat serta UKM di daerah dan desa.
Apakah pemerintah akan melakukan alokasi dana desa yang lebih besar untuk mendorong BUMDES membangun usaha yang menaikkan nilai tambah komoditas dari lahan desa setempat, sehingga perhatian para pemodal akan terarah pada peluang investasi di daerah dan pedesaan?
7. E-commerce dan Produk Impor
Apakah transaksi E-commerce masih dikuasai oleh generasi millenia yang melek digital dan cenderung membeli produk impor daripada produk buatan UKM Indonesia sebagai wujud partisipasi membangun kemandirian ekonomi bangsa?
Apakah 50 juta UKM yang sekarang tidak bisa akses pasar online akan tetap gaptek teknologi, atau pemerintah melakukan gerakan edukasi yang lebih komprehensif?
Sehingga petani, pemilik kebun manga, peternak ikan dll bisa percaya diri dan bisa jual produk secara online langsung kepada pembeli di perkotaan?
Akankah jalan tol Jawa masih banyak dipakai masyarakat pada saat mudik liburan panjang? Atau digunakan oleh pemilik mobil pribadi yang menyediakan jasa ekspedisi online untuk dalam mengantarkan barang-barang dari desa ke kota, serta balik dari kota ke desa dengan tarif yang murah karena memanfaatkan ruang kosong pada mobil masing-masing daripada menjadi penganguran karena PHK?
OPTIMISME
Kita harus optimis bahwa wabah COVID-19 akan berlalu. Kalau tidak sisa-sialah semua yang sudah kita korbankan sampai saat ini. Jadi kita perlu juga memikirkan persiapan kita pasca COVID.
Kita harus terus cermat mengamati arah yang sedang terjadi, bertukar pandang tentang strategi pasca COVID-19 dengan mempersiapkan rencana pribadi, perusahaan, insitusi kita untuk setiap skenario walaupun belum tentu terjadi. Mempersiapkan strategi lebih dini adalah lebih baik daripada membiarkan nasib kita mengalir tanpa arah alias dikatakan telat mikir.
-
Resep Kue Milo Lava Tanpa Oven, Dijamin Enak dan Murah! – Titipku 20 September 2022[…] ikuti program pemerintah untuk #DiRumahSaja selama pandemi COVID-19 dengan berbelanja dari […]